Cerita Perihal Istri-Istri Rosul Bikin Baper
Oleh
Syaikh Prof. Dr. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr
Tidak diragukan lagi bahwa mengetahui istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta jumlah mereka dan sekilas dongeng kehidupan mereka merupakan penggalan dari kesempurnaan mentadabburi ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Buku-buku sirah dan biografi banyak berisikan klarifikasi wacana para istri Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , akan tetapi alangkah bagusnya jikalau kita memperlihatkan sedikit klarifikasi wacana mereka walaupun dalam bentuk yang sangat ringkas.[1]
Jumlah istri-istri Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni sebelas orang, dua diantara mereka meninggal dunia ketika Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, adapun sisanya (sembilan orang) masih hidup tatkala Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat. Berikut klarifikasi singkat wacana mereka:
1. Khadîjah binti Khuwailid al-Quraisyiah al-Asadiyah Radhiyallahu anha
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya sebelum diangkat menjadi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan umur Khadîjah ketika itu empat puluh tahun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menikah lagi dengan perempuan lain hingga Khadîjah wafat. Semua anak Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam didapatkan dari Khdijah kecuali Ibrahim Radhiyallahu anhu. Ibrahim Radhiyallahu anhu merupakan anak yang Rasûlullâh dapatkan dari budak Beliau Mariyah Qibtiyyah. Khadîjahlah yang menemani Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam disaat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat menjadi Nabi. Dia juga berjihad bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan harta dan jiwanya. Khadîjah Radhiyallahu anhuma meninggal dunia tiga tahun sebelum Hijrah Rasûlullâh ke Madinah.
Diantara keutamaan Khadîjah
a. Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan salam kepadanya melalui Malaikat Jibril Alaihissallam kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlihatkan salam tersebut kepada istrinya Khadîjah Radhiyallahu anhuma . Imam al-Bukhâri dan Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia Radhiyallahu anhu berkata :
أَتَى جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذِهِ خَدِيجَةُ قَدْ أَتَتْكَ وَمَعَهَا إِنَاءٌ فِيهِ إِدَامٌ أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ، فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِّهَا عَزَّ وَجَلَّ وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ، لَا صَخَبَ فِيهِ، وَلَا نَصَبَ
Jibril mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Rasûlullâh! Ini Khadîjah telah berjalan menuju kepadamu seraya membawa lauk atau kuliner atau minuman. Apabila ia telah hingga kepadamu maka sampaikanlah padanya salam dari Rabbnya dan dariku! Dan berilah kabar gembira padanya dengan sebuah rumah di nirwana yang terbuat dari qashab (perak) tidak ada kegaduhan (suara-suara keras) di dalamnya tidak adapula rasa lelah (payah).[2]
b. Khadijah Radhiyallahu anha tidak pernah menyakiti dan menciptakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam marah. Rasûlullâh tidak pernah menghardik, mencela, tidak pula memboikotnya.
c. Beliau Radhiyallahu anha yakni perempuan pertama yang beriman dengan Allâh dan Rasulnya dari ummat ini.
2. Saudah bintu Zam’ah bin Qais al-Qurasyiah Radhiyallahu anha
Setelah Khadîjah Radhiyallahu anha wafat, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan Saudah bintu Zum’ah bin Qais al-Quraisyah. Ketika Saudah sudah tua, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin mentalaknya, akan tetapi Saudah Radhiyallahu anha memperlihatkan hari yang menjadi bagiannya (jatahnya bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam) kepada Aisyah Radhiyallahu anhuma , sehingga Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengurungkan niatnya untuk mentalaknya.[3] Ini merupakan salah satu keutamaan Saudah Radhiyallahu anha. Beliau Radhiyallahu anha memperlihatkan bagiannya kepada orang yang dikasihi oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka mendekatkan diri kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sebagai bukti cintanya Radhiyallahu anha kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta mengutamakan kedudukan Aisyah Radhiyallahu anhuma di sisi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terkadang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlihatkan penggalan (dari ghanîmah) kepada para istrinya yang lain, sedangkan Saudah Radhiyallahu anha tidak Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam beri bagian, akan tetapi ia Radhiyallahu anha ridha dengan hal itu semua. Beliau Radhiyallahu anha lebih mementingkan ridha Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allâh Azza wa Jalla meridhai Saudah Radhiyallahu anha. Beliau Radhiyallahu anhameninggal di simpulan masa kekhilafahan Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu, biar Allâh meridhai mereka berdua, dan meridhai semua Shahabat.
3. Aisyah binti Abu Bakr Radhiyallahu anhuma
Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah binti Abu Bakr as-Shiddiq Radhiyallahu anhuma pada bulan Syawal dua tahun sebelum hijrah ke Madinah. Ada juga yang memperlihatkan bahwa ia Radhiyallahu anhuma dinikahi tiga tahun sebelum hijrah, ketika itu Aisyah Radhiyallahu anhuma berumur enam tahun. Kemudian ia Radhiyallahu anhuma digauli oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam diawal-awal kedatangan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah pada tahun pertama hijriyah, ketika itu Aisyah Radhiyallahu anhuma telah berumur sembilan tahun. Sebelum Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah Radhiyallahu anhuma, Malaikat pernah menampakkan Aisyah Radhiyallahu anhuma kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpinya dengan berbalut kain sutra. Disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri dan Muslim dari Aisyah Radhiyallahu anhuma , ia Radhiyallahu anhuma berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
أُرِيتُكِ فِي الْمَنَامِ مَرَّتَيْنِ أَرَى أَنَّكِ فِي سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ وَيَقُولُ هَذِهِ امْرَأَتُكَ فَاكْشِفْ عَنْهَا فَإِذَا هِيَ أَنْتِ فَأَقُولُ إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ
Tahukah kamu? Kamu sudah diperlihatkan kepadaku dalam mimpi sebanyak dua kali. Aku melihat seorang pria tiba membawamu dengan berbalut sepotong kain sutra, kemudian pria itu berkata, ‘Ini yakni istrimu, maka singkaplah (hijab)nya.’ Ternyata perempuan itu yakni kamu. Lalu Aku mengatakan, ‘Jika ini memang dari Allâh, maka niscaya Dia akan menjalankannya.”[4]
Diantara keistimewaan Aisyah Radhiyallahu anhuma yakni ia Radhiyallahu anhuma merupakan istri yang paling dicintai oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhâri dan Muslim, tatkala nabi ditanya oleh ‘Amr bin al’Ash Radhiyallahu anhuma :
أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ فَقُلْتُ مِنْ الرِّجَالِ فَقَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَعَدَّ رِجَالًا
Siapakah orang yang paling Anda cintai? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Aisyah.’ Kemudian saya bertanya, ‘Dari kaum laki-laki?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Bapaknya Aisyah.”[5]
Diantara keutamaannya juga yakni Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menikahi gadis selain Aisyah Radhiyallahu anhuma. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhîri dari Aisyah Radhiyallahu anhuma , ia Radhiyallahu anhuma berkata, ‘Saya berkata kepada Rasûlullâh, ‘Ya Rasûlullâh, seandainya engkau mampir disebuah lembah yang berisi sebuah pohon yang sebagian buahnya telah dimakan, dan sebuah pohon yang buahnya belum dimakan sama sekali, maka dimanakah kau akan melepaskan (mengikatkan) ontamu? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Pada pohon yang belum dijamah.'[6]
Maksud Aisyah yakni Rasûlullâh tidak pernah menikahi gadis selain dirinya.
Diantara keitimewaannya Radhiyallahu anhuma juga yakni Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapat wahyu sementara ketika itu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berada dalam satu selimut bersama Aisyah Radhiyallahu anhuma . Ini tidak pernah terjadi dengan istri-istri Beliau Radhiyallahu anhuma yang lainnya. Dalam hadits yang shahih, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا أُمَّ سَلَمَةَ لَا تُؤْذِينِي فِي عَائِشَةَ فَإِنَّهُ وَاللَّهِ مَا نَزَلَ عَلَيَّ الْوَحْيُ وَأَنَا فِي لِحَافِ امْرَأَةٍ مِنْكُنَّ غَيْرِهَا
Wahai Ummu Salamah! Jangan kau menyakitiku pada diri Aisyah, lantaran ialah demi Allâh tidak pernah wahyu turun kepadaku di ketika saya berada didalam selimut salah seorang diantara kalian selain Aisyah.
Keutamaan Aisyah yang lainnya, Allâh Azza wa Jalla membersihkannya dari tuduhan dan fitnah keji yang dilontarkan oleh para pendusta yang menuduh Aisyah Radhiyallahu anhuma berzina. Allâh Azza wa Jalla menurunkan ayat yang berkenaan dengan bersihnya Aisyah Radhiyallahu anhuma dari tuduhan tersebut, sebuah ayat yang akan terus dibaca oleh kaum Muslim baik dalam shalat ataupun diluar shalat hingga hari kiamat. Allâh Azza wa Jalla juga memperlihatkan persaksian bahwa Aisyah Radhiyallahu anhuma termasuk perempuan yang baik. Allâh Azza wa Jalla juga berjanji akan memperlihatkan pengampunan dan rezeki yang sangat mulia. Tentang ini, Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata dengan penuh ketawaduan, “Sungguh kedudukan pada diriku lebih rendah dari pembicaraan Allah Azza wa Jalla mengenai saya dengan suatu problem yang akan dibaca (al-Qur’an)”[8]
Diantara keutamaannya juga yakni Aisyah Radhiyallahu anhuma merupakan istri Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling faqih (paling paham wacana agama) dan yang paling banyak ilmunya dibandingkan dengan istri-istri Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain, bahkan ia Radhiyallahu anhuma lebih faqih dari semua perempuan ummat ini secara mutlak. Para pembesar Shahabat g mengakibatkan ia Radhiyallahu anhuma sebagai tumpuan dan meminta ajaran kepada ia Radhiyallahu anhuma .
Diantara keutamaannya yakni Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal di rumah Aisyah, pada hari yang menjadi giliran Aisyah Radhiyallahu anhuma , meninggal dipangkuan Aisyah dan dikuburkan di rumah Aisyah Radhiyallahu anhuma.[9]
Saat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, Aisyah Radhiyallahu anhuma gres berumur delapan belas tahun. Aisyah Radhiyallahu anhuma meninggal dunia di Madinah pada tahun 58 hijrah dan dimakamkan di pekuburan Baqi’. Sebelum meninggal, ia Radhiyallahu anhuma sempat berwasiat biar dishalatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu .
Kemudian para Ulama berbeda pendapat wacana duduk problem siapakah yang lebih utama antara Khadîjah Radhiyallahu anhuma dan Âisyah Radhiyallahu anhuma . Diantara mereka ada yang beropini Aisyah Radhiyallahu anhuma lebih utama, sebagian yang lain beropini Khadîjah lebih utama, ada juga yang menentukan diam.
Ibn Qayyim rahimahullah mengatakan, “Saya pernah bertanya pada guru kami Ibnu Taimiyah rahimahullah, ia rahimahullah menjawab, ‘Masing-masing dari mereka berdua mempunyai keistimewaan. Khadîjah Radhiyallahu anhuma mempunyai imbas berpengaruh di awal-awal Islam. Beliaulah yang menghibur, menguatkan dan menenangkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Radhiyallahu anhuma menginfakkan hartanya dalam rangka membantu dakwah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sehingga ia Radhiyallahu anhuma mendapat ghurratal (cahaya di akhirat) Islam. Beliau Radhiyallahu anhuma bersabar menanggung derita demi membela Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya. Pertolongan ia Radhiyallahu anhuma untuk Rasûlullâh tiba tepat pada waktu yang sangat dibutuhkan. Bantuan dan pertolongan yang ia Radhiyallahu anhuma berikan tidak dimiliki oleh selainnya. Adapun Âisyah Radhiyallahu anhuma imbas ia Radhiyallahu anhuma ada pada akhir-akhir Islam. Diantara keutamaannya at-tafaqquh fiddin (memahami ilmu agama), memperlihatkan ilmu tersebut kepada umat ini, dan orang-orang Mukmin banyak mendapat manfaat dari ilmu yang telah ia Radhiyallahu anhuma sampaikan dan ini tidak dimiliki oleh selainnya. Inilah ucapan ia rahimahullah yang saya nukilkan secara makna.[10]
4. Hafshah binti Umar bin Khattab Radhyallahu anhuma
Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Hafshah binti Umar bin Khattab Radhiyallahu anhuma pada tahun ke-3 Hijrah. Sebelum menikah dengan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Hafshah pernah menjadi istri Khunais bin khuzafah yang merupakan salah seorang Shahabat Rasûlullâh yang pernah ikut serta dalam perang Badar. Hafshah bin Umar al-Khatthab c meninggal dunia pada tahun ke-27 atau ke-28 hijrah.
5. Zainab binti Khuzaimah bin al-Harist al-Qaisiah Radhiyallahu anha
Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Zainab binti Khuzaimah bin al-Hârist al-Qaisiah dari Bani Hilal bin ‘Amir. Zainab Radhiyallahu anhuma meninggal dunia sehabis hidup bersama Rasûlullâh selama dua bulan. Zainab Radhiyallahu anhuma dijuluki Ummul Masâkin (ibunda kaum miskin) lantaran ialah ia Radhiyallahu anhuma sering memberi makan kepada orang-orang miskin.
6. Ummu Salamah Radhiyallahu anha
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi dengan Ummu Salamah yang berjulukan Hindun binti Abi Umayyah bin al-Mughirah al-Quraisyah al-Makhzûumiyah. Ada yang memperlihatkan bahwa Ummu Salamah Radhiyallahu anha yakni istri Rasulûllâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terakhir menginggal dunia. Beliau Radhiyallahu anha meninggal dunia pada tahun 62 hijrah. Beliau Radhiyallahu anha dikuburkan di pekuburan al-Baqî’. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya pada tahun ke-4 hijrah.
Diantara keutamaan Ummu Salamah Radhiyallahu anha yakni Jibril Alaihissallam pernah tiba kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan Ummu Salamah Radhiyallahu anha sedang ada bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga ia Radhiyallahu anha bisa melihat malaikat Jibril Alaihissallam dalam rupa salah seorang shahabat yang Dihyah al-Kalbi. Disebutkan dalam Shahîh Muslim dari Abu Utsman, ia berkata, ” saya dikabari bahu-membahu Jibril Alaihissallam mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara disamping Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma . Beliau berkata; kemudian Jibril Alaihissallam mulai berbicara dengan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian pergi, kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Ummu Salamah Radhiyallahu anha, Siapakah dia?”[11] (al-Hadits).
7. Zainab binti Jahsyi Radhiyallahu anha
Selanjutnya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Zainab binti Jahsyi dari Bani Asad bin Khuzaimah. Zainab Radhiyallahu anha merupakan anak dari bibi Rasûlullâh yang berjulukan Amimah bintu ‘Abdil Muttalib. Sebelum menikah dengan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Zainab Radhiyallahu anha menjadi istri Zaid bin Hâritsah Radhiyallahu anhu, salah seorang bekas budak Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Setelah Zaid Radhiyallahu anhu menceraikan Zainan Radhiyallahu anha, Allâh Azza wa Jalla menikahkan Zainab Radhiyallahu anhuma dengan Rasûlullâh pribadi dari atas tujuh lapisan langit dan Allâh Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya:
فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا
Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kau dengan ia [Al-Ahzâb/33:37]
Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri dan masuk ke tempat Zainab Radhiyallahu anhuma tanpa meminta izin. Zainab Radhiyallahu anha membanggakan dirinya dihadapan para Istri Rasûlullâh yang lain seraya berkata, “Kalian dinikahkan oleh keluarga-keluarga kalian, sedangkan saya dinikahkan pribadi oleh Allâh Azza wa Jalla dari atas tujuh lapisan langit.”[12]
Ini termasuk salah dari keistimewaan Zainab bintu Jahsyi.
Beliau Radhiyallahu anhuma meninggal dunia pada tahun 20 hijrah, dan dimakamkan di pekuburan al-Baqi’. Zainab Radhiyallahu anha yakni istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling awal meninggal dunia sehabis Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat. Diriwayatkan dari Â’isyah Radhiyallahu anhuma , ia Radhiyallahu anhuma berkata, ‘Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَسْرَعُكُنَّ لِحَاقًا بِي أَطْوَلُكُنَّ يَدًا . قَالَتْ عَائِشَةُ : فَكَانَتْ أَطْوَلَنَا يَدًا لِأَنَّهَا تَعْمَلُ بِيَدِهَا وتَتَصَدَّقُ
Yang paling cepat diantara kalian yang menyusulku (meniggal dunia) yakni yang paling panjang tangannya.’ Âisyah Radhiyallahu anhuma berkata, ‘Zainab Radhiyallahu anha yakni istri Beliau Radhiyallahu anhuma yang paling panjang tangannya, lantaran ialah ia sering bekerja dan banyak beramal dengan tangannya.”[13]
8. Juwairiyyah bin al-Hârits bin Abi Dhirar Radhiyallahu anha
Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Juwairiyyah bin al-Hârits bin Abi Dhirar al-Mustaliqiyah. Dia merupakan tawanan pada perang Bani Musthaliq dan masuk dalam penggalan (ghanîmah) Tsâbit bin Qais Radhiyallahu anhu. Tsâbit bin Qais Radhiyallahu anhu membebaskannya dengan syarat ia harus membayar sejumlah uang. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melunasinya kemudian menikahinya pada tahun keenam hijriah, dan ia Radhiyallahu anhuma meninggal dunia pada tahun lima puluh enam.
Diantara keutamaan Juwairiyah Radhiyallahu anha yakni kaum Muslim membebaskan seratus budak dan tawanan yang mempunyai kekerabatan kekeluargaan dengan Juwairiyyah Radhiyallahu anha ketika mereka tahu ia Radhiyallahu anha dinikahi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para Shahabat memperlihatkan bahwa para tawanan itu telah menjadi saudara-saudara ipar bagi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ini merupakan salah satu berkah Juwairiyah Radhiyallahu anha untuk kaumnya.
9. Ummu Habîbah, Ramlah bintu Abi Sufyân Shakhr bin Harb Radhiyallahu anha
Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Ummu Habîbah Radhiyallahu anha yang berjulukan Ramlah bintu Abi Sufyân Shakhri bin Harbi al-Quraisyi al-Umawiyah. Ada yang memperlihatkan bahwa nama Ummu Habîbah Radhiyallahu anha yakni Hindun. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya ketika ia Radhiyallahu anha sedang berhijrah di negeri Habasyah. Raja Najasyi memperlihatkan kepadanya Radhiyallahu anhuma empat ratus dinar sebagai mahar dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kemudian ia dibawa dari Habasyah menuju Rasûlullâh di Madinah. Ummu Habîbah Radhiyallahu anha meninggal dunia dimasa kepemimpinan saudaranya yang berjulukan Mu’âwiyah bin Abi Sufyân.
10. Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab Radhiyallahu anha
Pada tahun ketujuh hijriyah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab tetua bani Nadhir dari keturunan Hârûn bin Imrân saudara Musa Alaihissallam. Berdasarkan ini berarti ia yakni anak Nabi (Hârûn), pamannya seorang Nabi (yaitu Nabi Musa Alaihissalam), dan suaminya juga seorang Nabi (yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Dia Radhiyallahu anha termasuk perempuan paling elok di dunia ini. Pada awalnya ia yakni seorang budak (dari tawanan perang) kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya dengan mahar dibebaskan atau dimerdekakan dari status budak. Ini termasuk penggalan dari keutamaannya Radhiyallahu anha.
11. Maimunah bintu al-Hârits al-Hilaliyah Radhiyallahu anha
Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Maimunah bintu al-Hârist al-Hilaliyah Radhiyallahu anha. Beliau Radhiyallahu anha yakni perempuan terakhir yang dinikahi Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya Radhiyallahu anha pada tahun ketujuh hijrah sehabis umrah qada’, kemudian ia Radhiyallahu anha meninggal di tempat Saraf pada tahun enampuluh tiga hijrah dimasa kekuasaan Mu’âwiyah, biar Allâh meridhai mereka berdua dan meridhai semua Shahabat Rasûlullâh.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03-04/Tahun XVIII/1436H/2014M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Diantara pola dan sumber yang bisa dijadiakan tumpuan untuk mengetahui biografi istri-istri Rasûlullâh Shalalllahu ‘alaihi wa sallam , sebagai berikut:
1. Thabaqat Ibnu Sa’di (8/52 dan setelahnya)
2. Tasmiyatu Azwâjin Nabi wa Aulâdihi ditulis oleh Abi Ubaidillah Mu’ammar bin al-Mutsni
3. Al-Istî’âb, ditulis oleh Ibnu Abdil Bar (1/44 dan setelahnya)
4. Al-Ishâbah fi Tamyîzi As-Shahâbah, oleh Ibnu Hajar (Kitâbu Nisâ, 4/224 dan seterusnya)
5. Zâdul Ma’âd, Ibnul Qayyim (1/105 dan seterusnya)
6. Jalâ’ul Afhâm, oleh Ibnul Qayyim (154 dan seterusnya)
[2]. Imam al-Bukhâri (13/465, kitab Fathul Bâri) dan Imam Muslim (4/1887)
[3]. Riwayat al-Bukhâri , Kitab Fathul Bâri (9/312)
[4]. Imam al-Bukhâri , Fathul Bâri (12/399), dan Muslim (4/1889)
[5]. Imam al-Bukhâri , Fathul Bâri (8/74), dan Muslim (4/1856)
[6]. Imam al-Bukhâri , Fathul Bâri ( 9/120)
[7]. Ibid (7/107)
[8]. al-Bukhâri (7/431), dan Muslim (4/2129)
[9]. al-Bukhâri (8/144), dan Muslim (4/1893)
[10]. Jalâ’ul Afhâm (154)
[11]. Shahîh Muslim (4/196)
[12]. HR. Al-Bukhâri (13/403)
[13]. HR. Muslim (4/1907)
Read more https://almanhaj.or.id/4207-sekilas-tentang-istri-istri-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html
Belum ada Komentar untuk "Cerita Perihal Istri-Istri Rosul Bikin Baper"
Posting Komentar